Pengembangan bio-fuel sebagai energi nabati pengganti minyak bumi, ditinjau dari segi pembangunan kesejahteraan rakyat sangatlah bermanfaat; yakni bukan hanya dipandang dari sisi peluang penyediaan energi alternatif yang akan dapat menggantikan minyak bumi karena persediaannya semakin habis, namun juga akan memberikan kesempatan lebih besar untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Perbaikan lingkungan di Indonesia, dapat dilakukan dengan membudidayakan berbagai tanaman penghasil bio-fuel pada hutan-hutan gundul dan lahan-lahan kritis yang saat ini telah mencapai 58 juta hektar. Dengan pembangunan perkebunan penghasil bio-fuel secara besar-besaran akan memperbaiki iklim global, meningkatkan cadangan dan ketersediaan air tanah bagi penduduk, serta mengurangi bahaya banjir dan bencana lainnya yang sekarang ini sering terjadi sebagai akibat penggundulan hutan. Lebih lanjut pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan bakar ramah lingkungan akan berdampak pada penurunan emisi gas-gas rumah kaca.
Untuk itu pengembangan perkebunan tananam bio-fuel dapat memberi hasil sinergis bagi kesejahteraan rakyat, maka perlu disikapi dengan perencanaan yang terarah dan berkelanjutan. Misalnya dengan tidak keseluruhan areal perkebunan dibudidayakan secara monokultur, karena akan mempunyai dampak buruk bagi keanekaragaman hayati maupun manusia.
Selain itu, pengembangan komoditas berbagai tanaman yang bahan bio-fuel merupakan bisnis besar yang dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan rakyat. Seandainya bio-fuel dikembangkan untuk keperluan konsumsi dalam negeri, maka pada tahun 2010 diperkirakan dapat menyerap 3-5 juta lapangan kerja. Di samping itu juga akan mengurangi subsidi penggunaan BBM minimal 10%, menghemat devisa senilai US $ 10 milyar, dan membudidayakan lahan 5 juta hektar.
Tananam yang dapat dikembangkan untuk bio-fuel meliputi kelapa, kelapa sawit, enau/aren, jarak pagar, tebu, singkong/ketela, yang semua itu di kalangan masyarakat dan mudah diltanam.
Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat secara nyata, dan agar kualitas serta produktivitas dalam mengembangkan komoditas tersebut menjadi optimal, maka haruslah dilakukan dengan pola-pola kemitraan dengan para usahawan dan pabrikan sehingga pembinaan dan penjaminan pasar benar dapat memberikan hasil yang pada akhirnya dapat dinikmati oleh masyarakat. Diharapkan masyarakat dapat mengorganisasi kelompok-kelompok pengembangan usaha bio-fuel, seperti kelompok petani jarak, petani singkong dan lainnya melalui kelembagaan yang jelas seperti koperasi, sehingga dapat memberikan posisi tawar atau kekuatan sosial ekonomi yang lebih baik, diantaranya guna mendapatkan kredit dari bank dan menetapkan kesepakatan harga jual.
Dalam mengembangkan program bio-fuel, maka Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota agar menggalang sumberdana. Perhitungan pengembangan bio-fuel untuk 6 juta hektar lahan yang menyerap 3-5 juta tenaga kerja membutuhkan sekitar Rp. 250 triliun, yakni untuk on-farm dan off-farm mencapai Rp. 200 triliun dan Infrastruktur Rp. 50 triliun. Dana ini tidak mungkin disediakan secara cukup dari APBN, sehingga perlu dilakukan mobilisasi dana masyarakat, dunia usaha, LSM, para donatur diharapkan dapat mengembangkan Trust Fund atau Dana Amanah untuk mendukung program bio-fuel ini, sehingga dapat dijadikan sebagai program pengentasan kemiskinan.
Pemerintah akan mendukung penggalangan dana bagi pengembangan bio-fuel ini dengan membentuk green energy trust fund, yang dapat menjual bond secara komersial di pasaran nasional maupun internasional.
Perlu terobosan baru guna menambah lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan dengan salah satunya melalui percepatan pengembangan Bahan Bakar Nabati.
Langkah ini dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa Prinsip Dasar, yakni:
1. Tujuan: penciptaan tambahan baru lapangan kerja untuk 3-5 juta orang dalam antara 2006-2010.
2. Program Aksi Green Energy adalah salah satu instrumen untuk mencapai tujuan tersebut melalui Budidaya & Industri tanaman Sawit, Tebu, Singkong dan Jarak Pagar sampai dengan luas 6 juta hektar.
3. Melengkapi program yang telah ada.
4. Memastikan keekonomian program, dan tidak mengandalkan APBN
5. Maksimumkan peran dunia usaha dan masyarakat.
6. Maksimumkan ukuran program, tetapi workable
Data empirik penyerapan tenaga kerja untuk setiap satuan setara energi untuk Bahan Bakar Nabati 7 hingga 15 kali lebih tinggi dibanding BBM. Untuk menghasilkan 2.500 barrel setara minyak per hari menyerap tenaga kerja sebanyak:
1. 750 orang di industri migas.
2. 10.000 orang di bio-oil.
3. 6.000 orang di bio-ethanol.
Pengembangan Bahan Bakar Nabati, selain menyerap tenaga kerja (Pro-Job) dan mengurangi tingkat kemiskinan (Pro-Poor) juga akan memperkuat sistim Ekonomi Nasional (Pro-Growth) serta memperbaiki lingkungan (Pro-Planet),karena:
1. Berpotensi menghasilkan devisa (Bahan Bakar Nabati merupakan global commodity).
2. Berpotensi mengurangi subsidi BBM, memperkuat fiskal APBN.
3. Berpotensi menambah pengamanan terhadap pasokan energi yang diperlukan.
4. Berpotensi memperbaiki lingkungan, sehingga pembangunan ekonomi kian sustainable.
Sasaran hingga 2010:
1. Terciptanya lapangan kerja, melalui Program Pengembangan BBN,sebesar 3 hingga 5 juta.
2. Peningkatan pendapatan 3 hingga 5 juta pekerja On-Farm & Off-Farm dalam industri Green Energy minimal = UMR.
3. Pengurangan pemakaian BBM minimal 10%.
4. Penghematan devisa sekitar US$ 10 milyar.
5. Peningkatan Ekspor BBN sekitar 12 juta KL.
6. Pembudidayaanlahanterlantarminimal 5 juta Ha.
7. Pengembangan Desa Mandiri Energi & Pangan.
Lingkungan Strategis:
1. Perkembangan harga minyakdunia yang tidak bisa diperkirakan serta rentan terhadap gangguan politik.
2. BBN atau bahan bakunya merupakan komoditas global dan berjalan menurut mekanisme pasar.
3. Harga CPO dunia selain pengaruh pasar (permintaan & pasokan, kebijakan impor & ekspor, saingan komoditas lain seperti minyak kedelai –rapeseed) juga isu/persepsi konsumen terhadap CPO.
4. Penggunaan BBN di negara maju & berkembang (USA, Uni Eropa, Brasil, India, Thailand & China) bisa mempengaruhi harga bahan bakunya.
5. KetersediaanBio-Ethanol yang besarmendorong industri mobil dengan mesin tipe FFV (flexible fuel vehicle) yang bisa memakai Bio-Ethanol hingga 100%.
6. Letak Indonesia yang strategis di Asia dan memiliki SDA & SDM yang memadai bagi pengembangan BBN termasuk untuk konsumsi dunia yang kian meningkat.
Sumber :
http://tkpkri.org/profil-bahan-bakar-nabati-(bbn).html
Sumber Gambar :
http://iipalbanjary.files.wordpress.com/2008/08/biofuelphoto8.jpg
www.Sebenarnya.com
ReplyDelete